Suara Genz - Perang saudara di Sudan semakin mengerikan. Menurut data terbaru yang dikeluarkan oleh Kepala Misi PBB untuk Sudan, Volker Berthes, sekitar 200 orang tewas dan 1.800 lainnya terluka. Angka ini naik dari angka sebelumnya.
“Ini adalah situasi yang sangat dinamis,” tegasnya dikutip AFP pada Selasa (18/4/2023).
"Sangat sulit untuk mengatakan ke mana keseimbangan terjadi," tambahnya lagi.
Pertempuran di Sudan telah terjadi sejak Sabtu dan situasinya semakin mencekam karena serangan udara, penarikan, dan tembakan senjata berat terus menerus terjadi.
Di ibu kota Khartoum, sembilan rumah sakit melaporkan kehabisan persediaan darah, peralatan transfusi, infus cairan, dan persediaan vital lainnya. Di wilayah internasional Darfur, organisasi bantuan medis Doctors Without Borders (MSF) melaporkan bahwa mereka telah menerima 136 pasien luka di satu-satunya rumah sakit yang masih beroperasi di El Fasher.
"Mayoritas yang terluka adalah warga sipil yang terjebak dalam baku tembak, di antara banyak anak-anak mereka," kata Cyrus Paye dari MSF.
Pertempuran terus terjadi akibat perebutan kekuasaan antara dua jenderal yang berkuasa sejak kudeta pada tahun 2021. Panglima militer Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, berseteru dengan wakilnya, Mohamed Hamdan Daglo, yang memimpin Pasukan Dukungan Cepat paramiliter (RSF).
Data terbaru menunjukkan bahwa di ibu kota, warga terpaksa terkena pemadaman listrik. Mereka pun mengantre dengan cemas untuk mendapatkan roti dan bensin dari gerai-gerai yang buka.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, meminta pihak-pihak yang bertikai di Sudan untuk "segera menghentikan perseteruan". Dia menjelaskan bahwa eskalasi lebih lanjut "dapat menghancurkan negara dan kawasan".